Saturday, June 22, 2013

Analogi Lokomotif

Hidup itu ibarat perjalanan dengan kereta api. Kereta api yang kita tumpangi sebagai kehidupan yang berjalan menuju kepada tujuan kita di dunia ini, bersama dengan orang-orang  yang ada di dalam kereta itu yang menemani kita selama perjalanan.

Rel kereta api adalah lika-liku perjalanan hidup kita dimana kehidupan kita berjalan di atasnya, terkadang lurus dan kadang juga belak-belok mengikuti bentuk rel tersebut.

Stasiun kita ibaratkan sebagai tujuan hidup kita, menjadi tempat berhentinya kereta yang kita tumpangi dimana orang-orang yang menemani kita selama perjalanan bersama kita atau bahkan kita sendiri yang mungkin  akan turun di stasiun itu dan pergi untuk mencapai tujuan yang lain. Kemudian berganti dengan orang-orang baru yang naik ke dalam kereta dan ikut menemani perjalanan kita sampai ke stasiun berikutnya.


Perjalananku

Suatu hari aku melakukan pejalanan dengan kereta api ditemani oleh orang-orang yang ada dalam kereta itu. Beberapa stasiun ku lewati dan seiring dengan itu beberapa orang meninggalkanku turun di stasiun tujuan mereka.  Mereka pun berlalu dan Aku pun melanjutkan perjalananku lagi.

Stasiun tujuanku mulai kelihatan di depan seperti secerca cahaya yang masuk ke bola mataku saat aku bangun pagi. Aku pun bersiap-siap untuk segera turun dan meninggalkan semua kenangan-kenangan selama perjalananku bersama orang yang menemaniku selama perjalanan, setidaknya sampai di stasiun ini. Aku pun turun dan berdiri pinggir stasiun, aku diam, melambaikan tanganpun tidak, apalagi mengucapkan selamat tinggal. Keretaku pun berlalu meninggalkanku, aku memandangi keretaku bergerak menjauh dan semakin jauh hingga mata ini tak sanggup menjangkaunya lagi.

Masih dengan aku yang di pinggir stasiun menunggu kereta berikutnya datang. Kereta yang mungkin akan mengantarku pada tujuan hidupku yang sebenarnya.  Lama ku menunggu, sembari ku habiskan sebungkus keripik kentang yang ku beli di penjual keliling dan kereta yang ku tunggu akhirnya datang juga. Tak lama setelah kereta itu berhenti, aku pun naik dan mendapati orang-orang yang tak pernah ku temui sebelumnya apalagi aku mengenalnya. Tapi siapapun mereka, mereka adalah orang yang akan menemani dan membantu saya selama perjalanan dengan kereta ini.


Ku pijakkan kakiku masuk ke dalam kereta dan mulai celingak-celinguk mencari kursi kosong. Setelah beberapa saat, akhirnya Kutemukan kursiku, aku pun segera duduk dan menikmati perjalanan baruku. Tapi sepertinya ada yang kurang, oh ya, kursi disampingku masih kosong belum ada penumpangnya. Keretaku terus berjalan mengikuti setiap lika-liku rel kereta dan kursi di sampingku tetap saja kosong.

Suatu ketika di saat memuncak rasa kesepianku. datang lah sesosok yang begitu anggun dan mempesona yang kemudian duduk mengisi kursi di sampingku yang cukup lama kosong tak berpenumpang. begitu baik dan ramah rupanya, membuatku begitu nyaman disampingnya. cukup nyaman untuk menemaniku selama perjalanan panjang ini. besar harapanku rasa nyaman itu tetap terjaga entah sampai kapan.  

Entah.. Aku juga tidak tahu perjalanan ini akan berakhir dimana. Yang Jelas perjalanan ku ini masih terus berlanjut dan berlanjut sampai kereta ini benar-benar berhenti dan tidak akan melaju lagi. Berhenti di tempat yang tepat tentunya. 

My Favourite Poem

If the boy who draws
lets you look over his shoulder.

If the poet
smiles
and shows you her words.

If the girl who sings for the shower only,
hums a song
in front of you.

Know that you’re no longer a person
but the air
and dust
that fill their lungs.

When the world perishes,
and all things cease to exist,
you’ll remain inside an ink stain,
a paint brush,
a song


-Alaska Gold-